Rabu, 23 November 2011

essai ku


TERBAIK ATAU BAIK
Paradigma yang terngiang dalam benak siswa-siswi SMAN 2 Sekayu tentang sistem penilaian akademik terhadap hasil pembelajaran menimbulkan berbagai intrik demi tercapainya sebuah kesempurnaan dalam proses belajar- mengajar mencoba untuk menjadi yang pertama dan nomor satu.
Persaingan yang begitu ketat membuat mereka termasuk saya terus berusaha menunjukan kemampuan yang  kami miliki,  namun  terkadang sering sekali dianggap tidak rasional, karena dalam hal ini seolah-olah segala sesuatu hanya dilihat dari nilai nominal semata. Ada beberapa guru yang mengatakan bahwa “dengan melihat grafik peningkatan maupun penurunan nilai siswa, kita dapat mengetahui seberapa siapkah siswa menghadapi permasalahan yang timbul dalam kehidupan sehari-hari”. Nah pemikiran inilah yang membuat seakan-akan “pikiran” lebih diagung-agungkan ketimbang “Hati”, yang pada kenyataan saat ini sangat sedikit sekali siswa-siswi SMAN 2 Sekayu yang peduli dengan kegiatan yang berhubungan dengan kemanusiakan, bahkan mereka hampir tidak tahu bagaimana cara “Memanusiakan Manusia” , yang  ada pada diri mereka hanyalah sebuah keegoisan yang kadang membuat salah seorang diantara mereka merasa “Tidak Adil” .

Pada kenyataannya tidak semua siswa-siswi SMAN 2 Sekayu menguasai seluruh mata pelajaran akademik yang ada, seperti saya sendiri yang sering sekali merasa minder dengan keadaan saya yang berada dalam barisan orang-orang “pintar” bukan “cerdas” .
Saya sering sekali merasa “terdiskriminasi” dengan keadaan yang ada. Banyak hal yang membuat saya merasa semakin tertekan dengan berbagai tuntutan dan bahkan kondisi saya saat ini dikelas baru saya, yang sangat tidak sejalan dengan hati nurani saya. Cara yang “sebagian besar” lakukan terhadap “sebagian kecil” terasa menyayatkan luka yang begitu dalam dan terasa amat pedih dalam sanubari saya. Meski saya tahu hal apa yang harus saya lakukan untuk posisi saya saat ini yang menyandang status “Twelve Grade”. Ada beberapa hal yang tidak jarang dilakukan siswa-siswi SMAN 2 Sekayu seperti Berangkat pagi pulang petang, Halal haram hantam ,Adanya budaya tidak peduli (Don’t Care).
Rutinitas yang dilakukan peserta didik SMAN 2 sekayu setiap harinya menimbulkan berbagai persepsi dimata masyarakat baik itu positif maupun negatif. Kegiatan yang padat di sekolah dari mulai jam 6.00 WIB hingga jam 18.00 WIB membuat mereka termasuk saya sangat sdikit sekali dapat bergaul dengan lingkungan sekitar. Tidak dapat dipungkiri, kegiatan yang padat setiap harinya membuat mereka sibuk dengan urusan mereka masing–masing, sehingga tidak heran apabila menimbulkan persepsi bahwa warga SMAN 2 Sekayu terutama para siswa dan siswinya di katakan kurang sekali bersosialisasi dengan lingkungan dimana mereka tinggal. Selain mereka harus berangkat pagi pulang petang sesampainya di rumah masih banyak hal yang harus mereka lakukan, seperti banyaknya tugas yang harus segera diselesaikan sebelun “Deadline” alias batas akhir pengumpulanya.
Tak cukup hanya itu “Examination” pun seakan telah memiliki jadwal rutin etiap harinya. Hal itulah yang membuat mereka sering di bilang “Sombong”, Kuper, dan Kutu Buku , padahal pada kenyataanya tidak semua diantara mereka berkarakter demikian, namun apalah daya beban berat yang mereka emban dengan status sekolah “RSBI”.
Terlepas dari persepsi masyarakat tentang mereka, persaingan yang ketatpun terus terjadi di SMAN 2 Sekayu, seolah tak ada yang mau kalah antara satu dengan yang lainnya menimbulkan mereka memiliki berbagai cara dan strategi untuk terlihat “UNGGUL” diantara yang lainnya. Memang Peserta didik SMAN 2 Sekayu tergolong anak-anak pilihan yang kemampuannya “Sedikit” melebihi anak-anak lain.
Selain itu ada beberapa pihak juga yang seolah terus menuntut mereka untuk mencapai hasil yang “SEMPURNA” di setiap mata pelajaran akademik yang ada, yang jelas sekali hal itu sangat tidak mungkin sekali terjadi apabila para pihak tersebut menyadari kodrat kita sebagai manusia biasa yang tidak pernah luput dari berbagai kesalahan dan kekurangan.
Oleh karena itulah membuat para peserta didik terus memikirkan berbagai cara demi tercapainya kesempurnaan yang di harapkan banyak pihak walaupun pada kenyatannya mereka idak mampu mewujudkan tuntutan tersebut. Mulai dari hal yang baik lagi halal sampai hal yang sebenarnya baik tapi tidak halal alias haram. Belajar dengan rajin yang sampai-sampai menimbulkan kerontokan, pemutihan sebelum waktunya pada rambut alias tibulnya “UBAN” adalah cara yang ukup baik bgi mereka yng benar-benar mau berusaha, tapi tidak jarang pula diantara mereka yang “MALAS” berusaha merencanakan banyak hal demi mendapatkan “NILAI” terbesar .
Mulai dari hal yang terkecil seperti bertanya pada teman pada saat ulangan dengan berbagai “Kode Rahasia” yang telah mereka sepakati sebelumnya, membuat contekan dengan menggunakan berbagai macam “Gaya”, hingga saling “BERTUKAR” soal ulangan antara satu kelas dengan kelas lain yang telah memiliki sebuah “LINK” langganan. Poin terakhir inilah yang tak jarang membuat saya merasa semakin tertekan dan tersakiti apabila mengetahui hal tersebut . untuk anak yang tergolong pas-pasan seperti saya yang harus belajar “Matia-matian” apalagi jika harus menghafal yang merupakan hal tersulit bagi saya sementara banyak pihak-pihak tertentu yang seakan-akan tidak menghargai usaha yang saya lakukan banhkan seolah mereka “menganiaya” pikiran saya yang harus menghafal semalaman sementara mereka hanya tinggal menyalin catatan mereka di lembar jawan yang telah disediakan. Meski menuru saya itu tidak adil saya tetap tidak bisa berbuat apa-apa karena saya gak mau tenan teman berpendapat yang tidak-tidak tentang saya yang akhirnya membuat mereka menjauh dari saya.
Nilai yang besar, ya, itulah yang ada di benak mereka hingga mereka tidak lagi peduli denagn apa yang terjadi di sekitar mereka, budaya “Don’t Care” milik masyarakat negei seberang pun telah melekat pada diri mereka bahkan mungkin saya, tidak peduli hujan dan badai menerpa, “Yang Penting akuah yang terbaik” itulah yang mereka pikiran, berbagi pun kadang mereka enggan bahkan hanya untuk sekedar berbagi “ILMU” yang jika di perhitungkan adalah hal yang menyumbangkan amalan terbesar kita di dunia bahkan hingga akhirat  kelak. Saya paham betul mengapa hal tersebut terjadi, karena hal tersebut ada disekitar saya, tuntutan dan bebanlah yang membuat mereka semua terpaksa melakukan semua itu, demi mempertahankan “Gengsi” dan menghindari “Minder” yang akan menimpa mereka apabila hal “Yang Tidak Dinginkan” terjadi.

Sekilas dari sekian banyak fenomena yang terjadi dalam proses belajar mengajar di SMAN 2 Sekayu, sekarang semua pilihan ada pada diri kita masing masing, ingin dianggap apa kita “TERBAIK”  atau “ BAIK” ???? hanya nurani kita masing masinglah yang tahu jawanbanya dan memahami makna kedua kata yang tak asing lagi ditelinga kita.
Untuk sekarang ini, harapan saya dan teman-teman yang duduk di kelas dua belas hanyalah kami ingin lulus “Ujian Nasional dan SNMPTN” dengan hasil yang sesuai dengan usaha yang “Masing-masing” dari kami telah dan sedang kami lakukan hingga detik ini. Kami pun selalu berdo’a agar kelak kami semua dapat menjadi insan yang bermanfaat dan diperhitungkan di Jagat Raya ini.


0 komentar :

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates