TERBAIK ATAU BAIK
Paradigma
yang terngiang dalam benak siswa-siswi SMAN 2 Sekayu tentang sistem penilaian
akademik terhadap hasil pembelajaran menimbulkan berbagai intrik demi
tercapainya sebuah kesempurnaan dalam proses belajar- mengajar mencoba untuk menjadi
yang pertama dan nomor satu.
Persaingan
yang begitu ketat membuat mereka termasuk saya terus berusaha menunjukan
kemampuan yang kami miliki, namun
terkadang sering sekali dianggap tidak rasional, karena dalam hal ini
seolah-olah segala sesuatu hanya dilihat dari nilai nominal semata. Ada
beberapa guru yang mengatakan bahwa “dengan melihat grafik peningkatan maupun
penurunan nilai siswa, kita dapat mengetahui seberapa siapkah siswa menghadapi
permasalahan
yang timbul dalam kehidupan sehari-hari”. Nah pemikiran inilah yang membuat
seakan-akan “pikiran” lebih diagung-agungkan ketimbang “Hati”, yang pada
kenyataan saat ini sangat sedikit sekali siswa-siswi SMAN 2 Sekayu yang peduli
dengan kegiatan yang berhubungan dengan kemanusiakan, bahkan mereka hampir
tidak tahu bagaimana cara “Memanusiakan
Manusia” , yang ada pada diri mereka
hanyalah sebuah keegoisan yang kadang membuat salah seorang diantara mereka
merasa “Tidak Adil” .
Pada kenyataannya tidak semua siswa-siswi SMAN 2 Sekayu menguasai seluruh mata pelajaran akademik yang ada, seperti saya sendiri yang sering sekali merasa minder dengan keadaan saya yang berada dalam barisan orang-orang “pintar” bukan “cerdas” .
Saya
sering sekali merasa “terdiskriminasi”
dengan keadaan yang ada. Banyak hal yang membuat saya merasa semakin tertekan
dengan berbagai tuntutan dan bahkan kondisi saya saat ini dikelas baru saya,
yang sangat tidak sejalan dengan hati nurani saya. Cara yang “sebagian besar” lakukan
terhadap “sebagian kecil” terasa menyayatkan luka yang begitu dalam dan terasa
amat pedih dalam sanubari saya. Meski saya tahu hal apa yang harus saya lakukan
untuk posisi saya saat ini yang menyandang status “Twelve Grade”. Ada beberapa
hal yang tidak jarang dilakukan siswa-siswi SMAN 2 Sekayu seperti Berangkat
pagi pulang petang, Halal haram hantam ,Adanya budaya tidak peduli (Don’t
Care).
Rutinitas
yang dilakukan peserta didik SMAN 2 sekayu setiap harinya menimbulkan berbagai
persepsi dimata masyarakat baik itu positif maupun negatif. Kegiatan yang padat
di sekolah dari mulai jam 6.00 WIB hingga jam 18.00 WIB membuat mereka termasuk
saya sangat sdikit sekali dapat bergaul dengan lingkungan sekitar. Tidak dapat
dipungkiri, kegiatan yang padat setiap harinya membuat mereka sibuk dengan
urusan mereka masing–masing, sehingga tidak heran apabila menimbulkan persepsi
bahwa warga SMAN 2 Sekayu terutama para siswa dan siswinya di katakan kurang
sekali bersosialisasi dengan lingkungan dimana mereka tinggal. Selain mereka
harus berangkat pagi pulang petang sesampainya di rumah masih banyak hal yang
harus mereka lakukan, seperti banyaknya tugas yang harus segera diselesaikan
sebelun “Deadline” alias batas akhir pengumpulanya.
Tak
cukup hanya itu “Examination” pun seakan telah memiliki jadwal rutin etiap
harinya. Hal itulah yang membuat mereka sering di bilang “Sombong”, Kuper, dan Kutu Buku , padahal pada
kenyataanya tidak semua diantara mereka berkarakter demikian, namun apalah daya
beban berat yang mereka emban dengan status sekolah “RSBI”.
Terlepas
dari persepsi masyarakat tentang mereka, persaingan yang ketatpun terus terjadi
di SMAN 2 Sekayu, seolah tak ada yang mau kalah antara satu dengan yang lainnya
menimbulkan mereka memiliki berbagai cara dan strategi untuk terlihat “UNGGUL”
diantara yang lainnya. Memang Peserta didik SMAN 2 Sekayu tergolong anak-anak
pilihan yang kemampuannya “Sedikit” melebihi anak-anak lain.
Selain
itu ada beberapa pihak juga yang seolah terus menuntut mereka untuk mencapai
hasil yang “SEMPURNA” di
setiap
mata pelajaran akademik yang ada, yang jelas sekali hal itu sangat tidak
mungkin sekali terjadi apabila para pihak tersebut menyadari kodrat kita
sebagai manusia biasa yang tidak pernah luput dari berbagai kesalahan dan
kekurangan.
Oleh karena itulah
membuat para peserta didik terus
memikirkan berbagai cara demi tercapainya kesempurnaan yang di harapkan banyak
pihak walaupun pada kenyatannya mereka idak mampu mewujudkan tuntutan tersebut.
Mulai dari hal yang baik lagi halal sampai hal yang sebenarnya baik tapi tidak
halal alias haram. Belajar dengan rajin yang sampai-sampai menimbulkan
kerontokan, pemutihan sebelum waktunya pada rambut alias tibulnya “UBAN” adalah
cara yang ukup baik bgi mereka yng benar-benar mau berusaha, tapi tidak jarang
pula diantara mereka yang “MALAS” berusaha merencanakan banyak hal demi
mendapatkan “NILAI” terbesar .
Mulai
dari hal yang terkecil seperti bertanya pada teman pada saat ulangan dengan
berbagai “Kode Rahasia” yang telah mereka sepakati sebelumnya, membuat contekan
dengan menggunakan berbagai macam “Gaya”, hingga saling “BERTUKAR” soal ulangan
antara satu kelas dengan kelas lain yang telah memiliki sebuah “LINK”
langganan. Poin terakhir inilah yang tak jarang membuat saya merasa semakin
tertekan dan tersakiti apabila mengetahui hal tersebut . untuk anak yang
tergolong pas-pasan seperti saya yang harus belajar “Matia-matian” apalagi jika
harus menghafal yang merupakan hal tersulit bagi saya sementara banyak
pihak-pihak tertentu yang seakan-akan tidak menghargai usaha yang saya lakukan
banhkan seolah mereka “menganiaya” pikiran saya yang harus menghafal semalaman
sementara mereka hanya tinggal menyalin catatan mereka di lembar jawan yang
telah disediakan. Meski menuru saya itu tidak adil saya tetap tidak bisa
berbuat apa-apa karena saya gak mau tenan teman berpendapat yang tidak-tidak
tentang saya yang akhirnya membuat mereka menjauh dari saya.
Nilai
yang besar, ya, itulah yang ada di benak mereka hingga mereka tidak lagi peduli
denagn apa yang terjadi di sekitar mereka, budaya “Don’t Care” milik masyarakat
negei seberang pun telah melekat pada diri mereka bahkan mungkin saya, tidak
peduli hujan dan badai menerpa, “Yang Penting akuah yang terbaik” itulah yang
mereka pikiran, berbagi pun kadang mereka enggan bahkan hanya untuk sekedar
berbagi “ILMU” yang jika di perhitungkan adalah hal yang menyumbangkan amalan
terbesar kita di dunia bahkan hingga akhirat
kelak. Saya paham betul mengapa hal tersebut terjadi, karena hal
tersebut ada disekitar saya, tuntutan dan bebanlah yang membuat mereka semua
terpaksa melakukan semua itu, demi mempertahankan “Gengsi” dan menghindari
“Minder” yang akan menimpa mereka apabila hal “Yang Tidak Dinginkan” terjadi.
Sekilas
dari sekian banyak fenomena yang terjadi dalam proses belajar mengajar di SMAN
2 Sekayu, sekarang semua pilihan ada pada diri kita masing masing, ingin
dianggap apa kita “TERBAIK” atau “ BAIK”
???? hanya nurani kita masing masinglah yang tahu jawanbanya dan memahami makna
kedua kata yang tak asing lagi ditelinga kita.
Untuk
sekarang ini, harapan saya dan teman-teman yang duduk di kelas dua belas
hanyalah kami ingin lulus “Ujian Nasional dan SNMPTN” dengan hasil yang sesuai
dengan usaha yang “Masing-masing” dari kami telah dan sedang kami lakukan
hingga detik ini. Kami pun selalu berdo’a agar kelak kami semua dapat menjadi
insan yang bermanfaat dan diperhitungkan di Jagat Raya ini.
0 komentar :
Posting Komentar